Pengalaman

Ini cerita ta’arufku, apa cerita ta’arufmu?

Langkah pertama, sudah ku lakukan. Langkah menuju gerbang kehidupan baru. Kehidupan baru dengan berbagai hak dan kewajiban baru. Kelamaan ya? Ehehe.

Ringkasan dari paragraf yang berbelit-belit di atas adalah ta’aruf. Apa itu ta’aruf? Ta’aruf adalah kenalan. Ya memang tak ada yang spesial dari kenalan. Namun, yang dimaksudkan disini adalah kenalan secara serius dan sungguh-sungguh menuju pernikahan. Dan ini sudah saya lakukan 27 Rajab 1432 Hijriyah lalu tepat 29 Juni 2011. Pasca Konferensi Rajab 1432 H di Stadion Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

status plurk ke cikupa
berangkat ta'aruf

Sebelumnya, memang niatan untuk menikah sudah sering berkecamuk dan menuntut pemenuhan segera. Namun keinginan itu tak dapat dibendung di kala simbok berkeinginan juga agar saya segera menikah. Dengan menjadikan rambut putih sebagai alasan, beliau berargumen sudah pantas menggendong cucu dari anaknya yang pertama. Yang tak lain adalah saya sendiri.

Alhamdulillah, saya beruntung. Saya memiliki seorang musyrif (bahasa lainnya murobbi, atau semacam tempat bertanya) yang amanah, yang dapat dimintai bantuan untuk mencarikan, setidaknya mengenalkan dengan akhwat sholiha siap nikah. Terus terang, saya sangat berhutang budi kepada beliau ini.

Beberapa hari sebelum ta’aruf, musyrif saya mengabarkan bahwa setelah Konferensi Rajab 1432 H saya diminta mempersiapkan diri untuk ta’aruf. Saya pun menyanggupi dengan kalimat “insya Alloh”. Hari-hariku kini menjadi penuh perasaan dag dig dug, setelah mendengar kabar tersebut.

Tahukah bahwa 4 hari menjelang ta’aruf, mata saya sebelah kanan disengat semacam serangga. Daerah sekitar mata sebelah kanan pun bengkak. Bengkak belum usai, jerawat mulai muncul di antara hidung dan bibir. Padahal sebentar lagi ta’aruf. Yang dikhawatirkan adalah performa yang kurang bagus di awal, ehehe. Namun alhamdulillah bengkak dan jerawat sirna saat hari ta’aruf.

Saat perjalanan ke Cikupa, Tangerang, tempat dimana saya akan dikenalkan dengan sang akhwat, hanya sedikit informasi yang saya tahu tentang si dia. Yang saya tahu hanyalah bahwa saya akan dikenalkan dengan seorang gadis yang juga aktif dalam organisasi dakwah. Itu saja. Aneh? Menurut saya enggak juga, karena justru dalam ta’aruf itulah ajang saya mengenal lebih jauh tentang si dia. Begitu pula si dia, akan lebih mengenal saya saat ta’aruf.

1 jam terasa begitu menegangkan saat ta’aruf. Selain memang saat itu adalah pertama kalinya saya ta’aruf, juga karena dalam ta’aruf tersebut lebih dari 9 pasang telinga mendengar apa yang saya ucapkan. Ini memang hal wajar, mengingat ta’aruf tidak boleh berkhalwat alias berdua-duaan dengan yang bukan mahrom.

Saya akui, saat itu saya sangat kaku. Memulai pembicaraan seperti memulai majlis ta’lim. Kemudian dilanjut dengan menanyakan data-data pribadi dari sang akhwat tersebut, seperti nama, tahun lahir, orang tuanya, aktifitasnya saat ini, dan seterusnya. Saking canggungnya, sampai-sampai saya sulit mengingat nama akhwat tersebut. Namun lama kelamaan ketegangan saya mencair. Saya berani menanyakan apakah si dia suka masak, lalu bagaimana tanggapannya ketika saya menginginkan punya anak dalam waktu dekat, dan sebagainya. Dan ketika saya selesai bertanya, giliran sang akhwat yang tanya.

Saya ucapkan terimakasih, kepada musyrif saya sekeluarga yang sudi mengantar saya ta’aruf jauh-jauh dari Cililitan ke Cikupa. Tak lupa pula terimakasih saya kepada mas’ul Cikupa sekeluarga yang sudi menjadi tuan rumah acara ta’aruf ini. Saya merasa “teropeni” kalau orang Jawa bilang. Maksudnya saya merasa ada yang merawat dan mengurus.

Selepas ta’aruf, saya dan sang akhwat diminta untuk memberikan jawaban, “Lanjut atau tidak” sesegera mungkin. Dan alhamdulillah, jawaban saya bersambut dengan jawaban sang akhwat. Karena saya dan sang akhwat memberikan jawaban untuk lanjut melalui perantara masing-masing, kami pun diminta untuk menggelar pertemuan kembali, yakni acara “khithbah” atau yang sering disebut melamar atau meminang.

Saat ini cara mencari calon pasangan melalui ta’aruf seperti ini nampaknya aneh, namun inilah salah satu cara yang disyariatkan oleh islam. Tidak lantas kenalan sendiri lalu pacaran, bukan itu caranya! Beberapa hal penting dan wajib diperhatikan serta diamalkan adalah bahwa dalam ta’aruf tidak boleh berkhalwat. Baik bertemu langsung maupun kontak via alat komunikasi suara atau tertulis. Harus ditemani mahrom masing-masing. Tanyakan apa saja yang mendorong keduanya untuk menikah, namun tetap dalam batas yang sopan dan pantas. Niatkan diri untuk bersungguh-sungguh ibadah, ikhlas karena Alloh. Segera beri jawaban atas tindak lanjut dari ta’aruf tersebut, jangan mengulur waktu, karena masing-masing berniat segera menikah.

Akhirnya, langkah pertama sudah ku lakukan. Langkah pertama menuju pernikahan yang semoga diridhoi Alloh, amiin. Pesan saya adalah sebagai muslim yang menginginkan rumah tangga dan keluarga sakinah mawadah warohmah yang diberkahi Alloh, haruslah memulainya dengan memegang teguh aturan Alloh. Insya Alloh bila memulai sesuai dengan syariah islam, mendasarinya dengan niatan menggapai ridho Alloh, Alloh juga akan menyambut kita dengan berkah dan ridhoNya.

Ini cerita ta’arufku, apa cerita ta’arufmu?

24 thoughts on “Ini cerita ta’arufku, apa cerita ta’arufmu?

  1. selamat masbro …. sambung doa saja, semoga acaranya lancar dan siap mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah … 🙂

  2. Wah selamat ya ochin Barakallahu laka wa baraka ‘alaika, wajama’a bainakuma fi khair

    Wah cerita ocin menarik sekali. Maaf belom bisa berbagi cerita cin. hehehehe

  3. subhanallah, gak nyangka kalo dirimu bakal nikah duluan, en…..
    lebih gak nyangka lagi kalo ceritamu bakal seperti itu… 😀

    moga2 lancar ya ko… XD
    amin amiiiiiiin amiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnnnn…………

Leave a reply to ochin Cancel reply